Peran Akal Dalam Kehidupan

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS, Ali ‘Imran: 190)

Manusia adalah makhluk yang lemah, akan tetapi manusia memiliki amanat yang sangat berat dari Sang Pencipta. Amanat yang sudah berada di pundak tiap insan semenjak mereka menginjakkan kaki pertama di alam ini. Bahkan jauh sebelum mereka diciptakan. Inilah yang menjadikan manusia memiliki derajat mulia di sisi Allah Swt., tanpa menafikan segala kelemahan dan keterbatasan yang ada.


Peristiwa penciptaan manusia pertama yang dikisahkan Al Quran dengan jelas menggambarkan derajat manusia di sisi tuhannya dan amanat berat yang diemban mereka. Allah Swt. tidak pernah membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, sebagaimana Dia selalu memberikan petunjuk bagi hamba-Nya. Amanat untuk menjadi khalifah yang diberikan kepada manusia merupakan kehendak dari Sang Pencipta. Untuk itu, manusia dianugerahkan nikmat akal. Nikmat yang membedakan mereka dari makhluk lainnya. Nikmat yang dapat membawa mereka pada kesejahteraan, kemajuan dan kemulian jika digunakan dengan benar.


Dalam beberapa ayat Al Quran, manusia dianjurkan untuk menggunakan akal agar dapat berfikir dalam rangka menjalankan amanat khalifah. Dengan nikmat ini, manusia diharapkan dapat mengadakan sebuah kemajuan dalam tiap sisi kehidupan demi mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh alam. Selain itu, manusia juga dianjurkan untuk menggunakan akal dalam mengamati fenomena alam, agar dapat merasakan keagungan dan kebesara Allah Swt.. Alam beserta segala isinya, penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, dan turunnya air dari langit yang membawa kehidupan merupakan tanda-tanda keesaan Allah Swt. bagi mereka yang mentadabburinya. Inilah tujuan utama dari nikmat akal yang diberikan kepada manusia. Segala inovasi dan kreatifitas hasil dari proses pemberdayaan nikmat akal ini, diharapkan dapat membawa manusia agar lebih dekat pada tuhannya.


Akal memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mengatur kehidupan manusia. Namun, sangat disayangkan jika akal tersebut terlalu dijunjung tinggi dan didewakan, sehingga ia dijadikan patokan dalam segala hal. Akal manusia memang hebat, namun fitrah manusia yang merupakan makhluk lemah tidak bisa dikesampingkan begitu saja. Manusia selalu memerlukan bimbingan dan arahan agar tidak melenceng dan terjebak dalam jurang kesesatan. Teutama dalam hal pemberdayaan akal. Dalam berfikir, manusia memiliki kebebasan yang luas, selagi itu tidak menyimpang dari ketentuan syariat.


Allah Swt. mengutus para Rasul ke muka bumi ini tidak lain adalah untuk membimbing manusia agar selalu berada di jalan yang benar. Akal manusia bekerja dan memutuskan segala sesuatu, akan tetapi kebenaran dari keputusan tersebut tidak bersifat absolut. Disinilah fungsi syariat yang diturunkan Allah Swt. melalui lisan para Rasul-Nya. Jika buah pemikiran akal sesuai dengan syariat, maka hal itu dapat diterima. Namun sebaliknya, jika akal dan syariat bertentangan, maka manusia yang notabene adalah makhluk lemah harus kembali pada syariat yang diturunkan oleh Yang Maha Mengetahui. Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika terdapat pertentangan antara dalil naqli dengan akal, maka yang diambil adalah dalil naqli yang shahih.”
Pada hakekatnya, tidaklah ada pertentangan antara akal yang lurus dengan dalil yang shahih. Dalam hal ini Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Sesuatu yang diketahui dengan jelas oleh akal, maka tidak akan bertentangan dengan syariat sama sekali. Bahkan dalil naqli yang shahih sama sekali tidak akan bertentangan dengan akal yang lurus.”


Akal manusia memang memiliki kekuatan dalam mencari kebenaran, namun kekuatan tersebut berbeda-beda dari tiap insan. Maka dalam hal ini, akal membutuhkan syariat agar selalu berada dalam jalan yang lurus. Allah Swt. menyuruh para hamba-Nya agar menggunakan akal agar lebih dekat dengan keagungan Sang Pencipta. Akal merupakan nikmat yang harus disyukuri, karena akal lah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya dan akal juga yang menempatkan manusia pada posisi mulia di sisi tuhannya. Wallahu a’lam bi as shawab.

Posted by Abu Nashar Bukhari | Pada Rabu, Februari 10, 2010

0 komentar:

Posting Komentar