Aku Benci Orang Mesir Part-2

Kairo, Juma't, 07. 55 Clt

Hari ini Aku, Aivan dan Yusuf berencana pergi bersama ke perpustakaan Kairo yang ada di daerah Tahrir. Kami berkumpul di depan gerbang dan langsung menuju halte untuk menunggu bus 926. Seperti sudah menjadi rahasia umum, menunggu di halte adalah hal yang paling membosankan. Hampir satu jam kami bertiga berdiri menunggu seperti patung, tapi bus itu pun tak kunjung datang.

Tanpa pikir panjang, kami langsung mencari taksi. Walaupun harus membayar berkali-kali lipat dari ongkos bus. Tapi dalam pandangan kami, itu lebih baik dari pada kami harus kehilangan waktu yang tentu lebih mahal.

Selama perjalanan kami tidak banyak berbicara, mungkin karena terlalu capek berdiri di halte. Aku dipaksa untuk duduk di kursi depan berdampingan dengan sopir yang pastinya adalah orang Mesir. Sebenarnya mereka berdua tau kalau aku tidak suka dengan orang Mesir. Sepertinya mereka sengaja berbuat demikian. Mereka memang terus berusaha mengubah pandangan negatifku, tapi mereka belum berhasil sampai saat ini. Bukan karena aku keras kepala. Namun, memang demikian fakta yang aku temukan di lapangan, mereka semua gak ada yang beres.


Taksi hitam putih tua melaju menyusuri jalan raya di Kairo. Pandanganku terus tertuju pada pemandangan yang ku lihat.
Gedung-gedung kotak berwarna coklat memang dominan di sini. Mobil-mobil tua terparkir tidak karuan di pinggir jalan. Lalulintas semrawut, lampu merah tidak dihiraukan. Pokoknya kacau.

Dalam batin aku berkata "Kok bisa aku berada di sini, di tempat seperti ini dan bersama orang-orang yang begini."

Aku menarik nafas panjang berusaha untuk menenangkan diri. Suasana di dalam taksi sepi, sunyi dan senyap tak satu pun diantara kami bertiga plus supir mengangkat suara. Hingga akhirnya orang yang duduk disampingku bertanya dengan nada sangat sopan

"Adek-adek ini sebenarnya mau kemana dan ada urusan apa di Tahrir?"

Aku tidak menghiraukan karena dalam benakku mungkin itu hanya basa-basi. Orang Mesir kan paling doyan basa-basi. Lain di bibir, lain di hati. Tapi tidak demikian dengan dua sahabatku yang duduk di belakang.

"Kami mau ke perpustakaan Kairo, Paman." Jawab Yusuf.

"Iya, kami ingin mencari referensi untuk tugas kuliah." Lanjut Aivan.

Sambil tersenyum, supir tersebut terus melanjutkan pembicaraan "Ooo…Jadi kalian ini mahasiswa di Al Azhar ya? Wah, beruntung ya kalian bisa belajar di sana. Sebenarnya paman juga ingin menjadi seperti kalian, tapi…"

Orang di sebelahku terus bercerita tentang dirinya yang ingin sekali kuliah di Al Azhar. Namun, karena keadaan yang tidak mendukung, ia akhirnya harus mengubur niatnya tersebut dan menjadi supir taksi demi membiayai ibu dan adik-adiknya. Sungguh dia memiliki tekad yang kuat. Dari caranya berbicara, sepertinya dia adalah orang yang sabar dan bertanggung jawab. Tapi, tetap aku tidak menghiraukannya.

"Paman! Stop…stop…stop… kami turun di sini saja." Pinta Aivan.

Kami bertiga turun. Karena sudah kesepakatan bersama, perjalan berangkat akulah yang bayar, maka langsung ku tanya supir itu:

"Berapa ongkosnya?"

"Gak usah dek! Paman sudah berjanji tidak akan memungut bayaran dari mahasiswa yang benar-benar belajar. Apalagi adek-adek ini datang dari negri yang sangat jauh. Semoga ilmu kalian bermanfaat."

Taksi butut yang kami tumpangi tadi langsung pergi setelah paman itu mengucapkan salam sambil tersenyum ramah. Dari tatapan matanya dapat ku lihat, sebenarnya paman itu ingin sekali melanjutkan studinya yang terputus.

Aku dan kedua sahabatku hanya bisa terheran-heran dengan kejadian tadi. Belum sempat kami mengucapkan salam dan terima kasih kepada paman itu. Kami hanya bisa mendoakan semoga Allah Swt. memudahkan segala urusannya di dunia dan di akhirat. Amin.

Kairo, Juma't, 09.35 Clt

Setelah berjalan kurang lebih dua puluh menit, akhirnya kami bertiga sampai di tempat yang kami tuju. Selama perjalanan, aku terus memikirkan kejadian tadi. Aku masih tidak percaya kalau ada orang Mesir yang seperti itu.

"Woi, mikirin apaan sih nt?" tanya Yusuf mengagetkanku.

"Eh… nggak!"

"Hayo… pasti mikirin kejadian tadi ya? Kaget ya kalau ada orang Mesir yang baek? Jangankan nt Ri, ane aja hampir gak percaya." Celetuk Aivan ceplas-ceplos seperti biasa.

Dalam batin aku bertanya "Atau jangan-jangan paman tadi bukan asli Mesir ya?"

Kami bertiga masuk kedalam gedung perpustakaan. Susananya memang agak sepi. Tidak terlalu banyak yang datang ke sini. Setelah berkeliling sebentar di depan meja informasi. Seorang ibu-ibu menghampiri kami.

"Maaf, adek-adek! Karena ini hari jum'at, maka perpustakaan baru dibuka nanti jam tiga siang." Sambil tersenyum ibu itu memberitahu kami. Kata-katanya sopan, beliau terlihat sangat ramah seperti menganggap kami adalah anak-anaknya.

"Kalau mau, adek-adek bisa istirahat dulu di rumah ibu sambil menunggu shalat jum'at. Rumah ibu ada di sebrang jalan."

"Terima kasih, bu! Kami ingin jalan-jalan saja di sekitar sungai Nil. Kebetulan juga kami ada keperluan lain."

"Ya sudah kalu begitu hati-hati ya! Ibu pamit dulu."

Lagi-lagi aku tidak percaya dengan yang aku alami hari ini. Apa aku sedang bermimpi?

"Ari, Aivan! Tanggal berapa ya sekarang? Kok bisa hari ini kita ketemu dua orang Mesir yang baek dan ramah banget?" Tanya Yusuf heran.

"Iya ya, kayaknya Allah mau kasih pelajaran buat Ari deh, hehehe… Masih nganggap semua orang Mesir gak beres Ri?" Tanya Aivan plus nyindir.

"Au ah gelap." Jawabku singkat.

Kairo, Juma't, 13. 25 Clt

Setelah shalat Jum'at di Masjid samping Hotel Hilton, kami bertiga kembali berjalan-jalan di sekitar sungai Nil. Kurang lebih setengah jam kami menikmati indahnya aliran Nil. Kapal-kapal berlalu-lalang dengan layar yang berwarna-warni. Dari atas kapal kami meliahat anak-anak kecil melambaikan tangan pada kami seraya mengucapkan "Selamat siang 'ammu!" dan kami balas itu semua dengan senyuman plus lambaian tangan. Mereka terlihat begitu senang.

"Eh… Kita pulang aja yuk! Besok deh kita kesini lagi." Pintaku kepada dua sahabatku.

Mereka berdua pun setuju dan kami langsung menuju halte bus. Ketika kami ingin menyebrang jalan, tiba-tiba…

Gubrak…

Disebrang jalan kami melihat nenek tua terjatuh ditabrak seseorang berkulit hitam dan berbadan tinggi, yang pasti dia bukan orang Mesir. Orang itu sepertinya sedang terburu-buru, ia pun tidak menghiraukan sang nenek dan meninggalkannya begitu saja. Nenek tersebut kira-kira berumur 65 tahun dan menggunakan busana muslim hitam. Seluruh tubuhnya tertutup rapi dengan sebuah tongkat di tangan kanannya.

Orang-orang Mesir yang ada di sekitar situ segera membantu sang nenek. Sebuah mobil sedan langsung berhenti dan menawarkan jasa untuk membawa nenek ke rumah sakit. Salah satu diantara mereka segera berlari dan mengejar orang hitam tadi, sedangkan yang lain ada yang membantu memapah nenek tersebut menuju mobil untuk segera dibawa ke rumah sakit terdekat. Doa-doa demi keselamatan nenek tersebut terus terdengar dari mulut setiap orang yang berada di sana. "Rabbuna Yusahhil" "Rabbuna Yasyfiha" "Allahumma Ihfadzha".

Mereka terlihat begitu kompak dan perhatian. Rasa solidaritas tergambar begitu jelas dari apa yang kami lihat. Kami segera menuju tempat itu untuk memberikan sedikit bantuan apa yang kami bisa. Namun seorang bapak justru melarang kami dan berkata:

"Kalian tidak perlu repot-repot karena kalian adalah tamu kami di sini, terima kasih atas kepedulian kalian. Semoga dibalas oleh yang Maha Kuasa."
"Semoga Allah menjaga nenek tadi." Jawabku.

"Amin"

Kami bertiga kembali melanjutkan perjalanan ke halte. Hanya lima menit kami menunggu, bus 926 akhirnya datang. Selama perjalanan kami berbincang-bincang tentang kejadian tadi. Kami berharap semoga sang nenek baik-baik saja.

Bus kota jurusan Tahrir-Hay Sabi' itu terus melaju menyusuri jalan-jalan raya di kota Kairo. Entah mengapa, pemandangan sepanjang jalan pulang ini agak berbeda dengan apa yang ku lihat ketika berangkat. Gedung-gedung kotak berwarna coklat itu seakan tersenyum padaku. Mobil-mobil kotor yang terparkir di pinggir jalan seakan melambai-lambaikan tangan, sepertinya mereka ingin berkata "Hati-hati di jalan Ari!" Bahkan sampah yang berserakan terlihat seperti menari ria seiring dengan irama tiupan angin padang pasir yang berhembus. Mereka semua terlihat ceria dan bahagia ketika melihatku.

Kairo, Juma't, 20. 55 Clt

Karena sedikit lelah, setelah shalat isya aku langsung berbaring di atas kasur. Seperti biasa aku kembali mengingat semua yang telah ku lakukan hari ini. Senyuman paman supir taksi yang sangat ramah dan dermawan, perhatian seorang ibu yang kami jumpai di perpustakaan, lambaian tangan anak-anak kecil di sungai Nil, kejadian sang nenek hingga bapak yang sangat sopan dan menghormati kami. Semuanya tergambar jelas di benakku.
Tiba-tiba pikiranku melayang ke tanah air Indonesia. Apakah bisa aku menyaksikan hal-hal menakjubkan ini di Jakarta? Jika yang jatuh adalah nenekku, apakah beliau akan diperlakukan seperti ini? Apakah orang indonesia akan menghormati orang asing, sebagaimana bapak tua itu menghormati kami?

Tanpa sadar, aku meneteskan air mata. Bukan karena aku rindu dengan orang-orang yang kusayangi di Indonesia. Aku menyesal. Selama ini aku terlalu berburuk sangka terhadap orang-orang Mesir, dan benar apa yang selalu dikatakan kedua sahabatku bahwa tidak semua dari mereka seperti yang aku bayangkan. Ternyata aku salah menilai mereka selama ini. Kalau tidak karena kebaikan mereka, tidak mungkin aku, Aivan, Yusuf dan semua mahasiswa asing lainnya dapat belajar di sini. Kami semua diberi tempat tinggal dan beasiswa. Kami diperlakukan seperti anak-anak mereka.

"Ya, Allah! Terima kasih engkau telah membuka mata hatiku."

Tak satupun orang di dunia ini yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt.. Setiap orang pasti memiliki sisi gelap, namun tidak bisa dipungkiri ia juga pasti memiliki sisi terang. Seharusnya aku bisa lebih adil dalam menilai siapapun, apapun dan dimanapun.

"Atahgfirullah"

"Atahgfirullah"

"Atahgfirullah."

Posted by Abu Nashar Bukhari | Pada Selasa, Maret 16, 2010

4 komentar:

assyakilla mengatakan...

"Tak satupun orang di dunia ini yang sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah Swt.. Setiap orang pasti memiliki sisi gelap, namun tidak bisa dipungkiri ia juga pasti memiliki sisi terang. Seharusnya aku bisa lebih adil dalam menilai siapapun, apapun dan dimanapun."

...........an jd pgn tau, gmn yaa penilaianmu terhadapQ?!

Abu Nashar Bukhari mengatakan...

Atnm adalah salah satu dari sekian banyak teman yang an kenal... teman2 yang insya Allah akan selalu saling mendoakan... najah ma'an insya allah... good luck!

assyakilla mengatakan...

kl saja tak sekedar itu yg bs kau lihat kak....................

assyakilla mengatakan...

oya, thanks bwt bingkisan doanya :)
mg antm jg dimudahkan dlm menuntut ilmu & dpt yg manfaat tentunya

Posting Komentar