Sebuah Jalan Tuk Menikmati Kemenangan

Dalam sebuah riwayat Rasulullah SAW pernah bersabda “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah,” dapat kita fahami dari sabda tersebut bahwasannya Beliau menganjurkan kita untuk senatiasa memberi tanpa mengharapkan pamrih karena memberi itu lebih baik dari pada menerima. Akan tetapi kita senantiasa meminta sesuatu kepada orang lain dan sayangnya, kita seringkali lupa untuk memberi. Kita tak sadar bahwa apapun yang kita berikan sebenarnya adalah untuk diri kita sendiri, bukan untuk siapa-siapa.

Pada suatu malam hujan turun dengan lebat diiringi angin kencang dan sambaran petir yang terdengar silih berganti tiada henti. Pada malam itu telepon di rumah seorang dokter berdering. ''Dok, tolong istri saya sakit,'' terdengar suara minta pertolongan. ''Dia sangat membutuhkan dokter segera.”. Si dokter menjawab, ''Apakah bapak bisa menjemput saya sekarang? Karena mobil saya sedang masuk bengkel.'' Mendengar jawaban itu, lelaki tersebut menjadi naik darah dan berkata ''Apa?!'' katanya dengan marah. ''Saya harus pergi menjemput dokter pada malam hujan lebat seperti ini?''

Kisah inspiratif diatas dengan jelas menunjukkan bahwasannya kita acapkali cenderung meminta dan lupa untuk memberi. Kita tahu bahwasannya segala sesuatu ada harganya. Seperti halnya membeli barang, kita harus memberi terlebih dahulu sebelum memintanya. Kalau kita seorang penjual, kita pun harus memberikan pelayanan dan menciptakan produk sebelum meminta imbalan. Inilah yang disebut konsep ''memberi sebelum meminta'' yang sayangnya sering kita lupakan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal konsep tersebut adalah sebuah hukum alam. Kalau kita ingin teman kita mendengarkan apa yang kita katakan, kitalah yang harus memulai dengan mendengarkan keluh kesah mereka. Seandainya kita adalah seorang atasan dan ingin bawahan kita bekerja dengan giat, kitalah yang harus memulai dengan memberikan perhatian, dan lingkungan kerja yang kondusif. Kalau kita ingin disenangi dalam ber-mua’amalah, maka kita harus memulainya dengan memberikan bantuan dan keperdulian kepada orang lain.

Orang yang tidak mau memberi adalah mereka yang senantiasa dihantui perasaan takut miskin. Inilah orang-orang yang ''miskin'' dalam arti yang sesungguhnya. Padahal, Allah Ta’ala telah menegaskan bahwasannya memberi dengan niat yang tulus di jalan yang benar akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Nya, hal itu tertera dalam surat Al Baqarah ayat 261 yang artinya “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat gandakan ganjaran bagi siapa yang Dia kehendaki.” Dan juga perlu diketahui bahwasannya di dunia ini berlaku hukum kekekalan energi. Apabila kita memberikan energi positif kepada dunia, maka, energi itu tak akan hilang. Ia pasti kembali kepada kita. Hanya saja persoalannya, banyak orang mengharapkan imbalan perbuatan baiknya langsung dari orang yang ditolong. Ini suatu kesalahan. Dengan melakukan hal itu, kita justru membuat bantuan tersebut menjadi tak bernilai. Dalam keadaan tersebut, berarti kita sedang mempraktikkan manajemen ''Ada Udang Di Balik Batu.'' kita tidak ikhlas. Hal ini pasti segera dapat dirasakan oleh orang yang menerima pemberian kita. Jadi, alih-alih menciptakan kepercayaan pemberian kita malah akan menghasilkan kecurigaan.

Agar dapat efektif, kita harus berperilaku seperti sang surya yang memberi tanpa mengharapkan imbalannya. Untuk itu tak cukup memberikan harta saja, kita juga harus memberikannya, dari hati kita yang paling dalam. Jangan pernah memikirkan imbalannya. kita hanya perlu percaya bahwa apapun yang kita berikan suatu ketika pasti kembali kepada kita. Dan ingatlah bahwasannya Rasulullah SAW bersabda “Tidaklah berkurang harta seseorang karena shadaqah.”

Sebetulnya semua orang di dunia ini senantiasa memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Namun, kita dapat membedakannya menjadi dua tipe. Orang pertama kita sebut sebagai orang yang egois. Merekalah orang yang selalu meminta tetapi tak pernah memberikan apapun untuk orang lain. Orang ini pasti dibenci dimana pun ia berada. Kedua adalah orang yang juga mementingkan diri sendiri, tetapi dengan cara mementingkan orang lain. Mereka membuat orang lain bahagia agar mereka sendiri menjadi bahagia. Kalau kita selalu memberikan perhatian dan bantuan kepada orang lain, banyak orang yang akan menghormati dan membantu kita. Dengan demikian, sebenarnya kita sedang berbuat baik pada diri sendiri.

Bagaimana kalau kita membaktikan diri kita untuk membantu rekan-rekan yang sangat membutuhkan? Ini pun sebenarnya adalah tindakan mementingkan diri sendiri dengan cara mementingkan orang lain. Sebagian dari kita mungkin tak setuju dan mengatakan, ''Kalau saya bekerja dengan sukarela, bukankah nantinya saya tidak mendapatkan apa-apa?”
Memang benar, kita tidak mendapatkan apa-apa secara materi, tetapi apakah kita sama sekali tidak mendapatkan apa-apa? Jangan salah, kita tetap akan mendapatkan sesuatu yaitu kepuasan batin. Kepuasan batin inilah yang kita cari.

Jadi, apapun yang kita lakukan di dunia ini semuanya adalah untuk kepentingan kita sendiri. Orang-orang yang egois sama sekali tak memahami hal ini. Mereka tak sadar bahwa mereka sedang merusak diri mereka sendiri. Sementara orang-orang yang baik budinya sadar bahwa kesuksesan dan kebahagiaan baru dapat dicapai kalau kita membuat orang lain senang, menang, dan bahagia. Hanya dengan cara itulah kita akan dapat menikmati kemenangan kita dalam jangka panjang.

Posted by Abu Nashar Bukhari | Pada Kamis, Desember 03, 2009

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Iklan kan Blog anda semua
Di Http://iklannyata.blogspot.com .
Blog Iklan gratisssss & Tingkatkan PageRank Blog anda

Posting Komentar