Jalaluddin Rumi, Sang Penari di Hadapan Tuhan

Jalaluddin dilahirkan 30 September 1207 di kota Balkh yang kini adalah wilayah Afganistan, ia putra Baharuddin Walad, ulama dan mistikus masyhur yang diusir dari kota Balkh tatkala ia berumur 12 tahun. Pengusiran tersebut merupakan buntut dari perbedaan pendapat antara Sultan dan Walad. Keluarga ini kemudian tinggal di Aleppo (Damaskus) dan disitu kebeliaan Beliau disi oleh guru-guru bahas arab yang tersohor.
Tak lama di Damaskus keluarga ini pindah ke Laranda kota Anatolia tengah atas permintaan Sultan Saljuk Alauddin Kaykobad, konon Kaykobad membujuk dengan sebuah surat kepada Walad yang berisi “Kendati saya tidak pernah menundukkan kepala kepada siapa pun, saya siap menjadi pelayan dan pengikut setia anda.”
Di kota ini ibu Jalaluddin, Mu’min Khatum meninggal dunia.
Tak lama kemudian dalam usia 18 tahun Jalaluddin menikah. Dan pada tahun 1226 Sultan Walad putra pertama Jalaludin lahir. Setahun kemudian keluarga ini pindah ke Konya 100 km dari Laranda. Disini Baharuddin Walad mengajar. Pada tahun 1229 lahirlah anak kedua Jalaluddin yaitu Alauddin . Dua tahun kemudian dalam usia 82 tahun ayah Jalaluddin, Baharuddin Walad meninggal dunia.
Era baru pun dialami Jalaluddin dia menggantikan Walad mengajarkan ilmu-ilmu ketuhanan tradisional tanpa menyentuh mistik. Setahun setelah kematian ayahnya, ia kedatangan seorang tamu bernama Burhanuddin Muhaqqiq, yang ternyata murid kesayangan Walad, dan ketika menyadari bahwa gurunya telah tiada ia pun mewariskan ilmunya kepada Jalaluddin. Burhanuddin pun menggembleng muridnya dengan latihan tasawuf yang telah dimatangkan selama empat abad terakhir oleh para sufi dan beberapa kali meminta Jalaluddin ke Damaskus untuk menambah ilmunya. Selama 8 tahun beliau mendidik dan pada tahun 1240 ia kembali ke kota Kayseri dan mulai saat itu Jalaluddin menggembleng dirinya sendiri.
Dalam usianya yang ke 37 tepatnya tahun 1244 Jalaluddin sudah berada diatas semua ulama di Konya. Ilmu yang beliau timba dari kitab-kitab Persia, Arab, Turki, Yunani dan Ibrani membuat dia nyaris ensiklopedis, akhirnya gelar Maulana Rumi (Guru Bangsa Rum) pun dia raih.
Suatu ketika di senja Oktober, setelah pulang dari madrasah, seorang yang tidak dikenal (Syamsuddin Tabriz) mencegat langkahnya dan menanyakannya satu hal. Mendengar pertanyaan tersebut Rumi pun langsung pingsan. Sebuah riwayat mengatakan orang tak dikenal tersebut bertanya “Siapa yang lebih agung, Muhammad Rasul Allah yang berdo’a ‘Kami tak mengenalmu seperti seharusnya’, atau seorang sufi Persia yang berkata ‘Subhani, mahasuci diriku, betapa agung kekuasanku’.
Pertanyaan mistikus Syamsuddin Tabriz itu mengubah hidup Rumi, dia pun akhirnya tak bisa terpisahkan dari Syams, dan dibawah pengaruh Syams, ia mengalami periode mistik yang nyala penuh gairah, tanpa batas dan kini ia mulai menyukai musik. Mereka menghabiskan hari bersama-sama dan menurut riwayat selama berbula-bulan mereka dapat bertahan hidup tanpa memenuhi kebutuhan dasar manusia, khusyuk menuju cinta ilahi.
Tapi keadaan ini tidak berjalan lama, kecemburuan warga Konya membuat Syams pergi. Dan saat Syams kembali warga membunuhnya. Rumi pun merasa kehilangan, kehilangan terbesar yang dia gambarkan seperti kehidupan kehilangan sinar mentari. Tapi, pada suatu pagi seorang ahli besi bernama Shalahuddin membuat Jalaluddin menari. Pukulan penempa besi itu membuat dia ekstase, dan tanpa sadar mengucapkan puisi-puisi mistis. Rumi pun bersahabat dengan Shalahuddin yang kemudian menggantikan posisi Syams.
Era menari pun dimulai Rumi, menari sambil memadahkan syair-syair cinta ilahi, sampai meninggalnya pada tanggal 17 Desember 1273 Rumi tak pernah berhenti menari karena ia tak pernah berhenti mencintai Allah, tarian itu juga yang membuat peirngkatnya dalam insiasi sufi berubah dari yang mencintai menjadi yang dicintai.

Posted by Abu Nashar Bukhari | Pada Kamis, Desember 03, 2009

1 komentar:

Unknown mengatakan...

madam baru tahu klo beliau nikah muda^^

hmm...benar2 seorg yg sulit dipahami...

Posting Komentar